Artikel

27/10/2018

RETAIL HACK – Meningkatkan Penjualan Supermarket Saat Situasi Sulit

Toko-toko fisik saat ini dihadapkan pada situasi yang menantang dengan hadirnya toko-toko E-commerce. Sears di Amerika yang sudah berdiri selama 125 tahun kelihatannya akan mulai mengalami kebangkrutan, yaitu dengan menutup 142 toko dan sekitar 68.000 orang akan kehilangan pekerjaanya. Di Indonesia, kita dapat melihat bahwa beberapa supermarket sedang berkembang namun ada pula yang tidak. Sebagai orang asing pendatang di Indonesia, saya bisa membandingkan perbedaan dalam hal operasional kedua jenis toko ini  antara berbagai negara.

Toko-toko E-commerce dapat dengan cepat menduplikasi penawaran jenis barang non-segar (non-fresh) dan bersaing dengan supermarket biasa yang menawarkan harga lebih rendah karena toko e-commerce tidak perlu mengeluarkan biaya sewa toko. Toko-toko E-commerce memiliki tenaga kerja yang terbatas dan kadang-kadang bahkan mengalihdayakan pergudangannya sehingga lebih efisien. Mereka juga memiliki lebih sedikit  produk slow-moving, produk rusak, dll dibandingkan dengan toko konvensional / toko fisik. Toko E-commerce  buka selama 24/7 (24 jam selama 7 hari), sehingga memberikan pengalaman pelanggan yang relatif baik (misalnya, tidak perlu antri untuk membayar) dan barang dikirim sampai ke depan pintu rumah Anda – menghemat waktu pelanggan dan biaya transportasi.

Sangat mahal bagi supermarket untuk mempromosikan produk mereka dibandingkan dengan toko E-commerce karena jika mereka menjalankan promosi, mereka perlu menyiarkannya melalui media seperti surat kabar dan iklan TV. Sedangkan toko E-commerce dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk-produk mereka dengan biaya jauh lebih murah.

Bagi toko fisik, sangat mahal juga untuk membayar gaji staf yang meningkat setiap tahun, membayar listrik, air, dll. Karena kelebihan biaya inilah maka margin supermarket umumnya harus lebih tinggi. Saya belum melihat toko fisik  konvensional bisa bersaing dengan sukses di internet. Setiap supermarket tentu memiliki beberapa sarana untuk menjual produk mereka secara online, baik lokal maupun di negara lain, tetapi tidak ada yang berhasil. Kenapa? Saya benar-benar tidak tahu.

Jadi apa yang harus dilakukan supermarket di Indonesia untuk survive?

Saya ada beberapa saran.

1.Tingkatkan pengalaman pelanggan (customer experience).

Saya sering mengalami kejadian kurang menyenangkan di supermarket lokal. Di situ sepertinya juga tidak ada tempat atau kesempatan bagi saya untuk mengajukan komplain. Salah satu masalah adalah panjangnya antrian-bayar. Sejauh ini belum ada supermarket yang sungguh-sungguh melakukan usaha untuk mempersingkat antrian-bayar. Alasan mengapa terjadi panjang antrian kadang kala cukup aneh. Contohnya, seorang pembeli yang mengantri di depan saya menggunakan OVO untuk membayar entah mengapa – ada masalah pada aplikasi OVO di handphonenya. Saya hitung, kejadian ini memakan waktu 5 menit di depan kasir dan OVO tetap tidak bisa digunakan. Akhirnya si pembeli keluar toko dan semua yang sedang mengantri di belakangnya menjadi frustrasi.

Aspek terpenting di dalam supermarket adalah seberapa cepat pelanggan bisa membeli dan keluar dari supermarket.

Solusi untuk masalah ini untuk meningkatkan customer experience:

  1. Melakukan pembedaan atau pemisahan antara pembeli yang membeli dalam kuantitas banyak dan sedikit – antrian dipisah.
  2. Pastikan semua terminal kartu kredit dan mesin kasir berfungsi dengan baik supaya si kasir tidak perlu pindah ke terminal lainnya.
  3. Pastikan harga-harga sudah benar mulai dari rak produk ke mesin point-of-sales melalui pemeriksaan berkala atau dengan menggunakan alat ESL (Electronic Shelf Labels).
  4. Pembayaran secara cashless perlu berfungsi dengan benar. Selalu gunakan supplier dan sistem yang sudah teruji dengan baik. Jika supplier cashless payment tidak baik, putuskan saja kontrak kerjanya. Bisnis anda menjadi taruhannya. 
  5. Coba gunakan terminal self-checkout dan cashless. Mesin ini bisa memangkas antrian manual.
  6. Kerjasama dengan bank yang bisa menyediakan layanan “tap and pay.” “Jika bank tidak mau mengubahnya maka ganti saja bank nya” – ini adalah kata-kata bijak dari Jack Ma pendiri Alibaba sewaktu bank-bank menola konsep Alipay miliknya.

2.Memperbaiki sumber dan fresh area

Kunci supaya supermarket bisa survive saat ini adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan fresh area. Ini karena di E-commerce umumnya tidak bisa menyaingi jenis produk fresh. Sudah menjadi kebiasaan bahwa pelanggan selalu mau melihat fresh produk yang akan dibeli. Sejauh ini hanya JD.ID yang menjual produk fresh di E-commerce Indonesia. Mungkin ada beberapa toko online yang juga menjual fresh produk tetapi mungkin belum memiliki reputasi atau branding. Di sebagian besar negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia, penjualan bervariasi mulai dari 10% sampai 40% dari total revenue. Saya prediksi di Indonesia, persentase ini bahkan relatif kecil. Tetapi segmen produk fresh ini seharusnya menjadi crowd puller (penarik minat pembeli) daripada menjadi produk yang perlu dihindari di supermarket. Dan ini karena E-commerce saat ini tidak bisa bersaing di kategori tersebut. Alternatif bagi orang Indonesia dalam mencari produk fresh adalah di pasar tradisional.

Pelanggan mengharapkan :

  1. Produk fresh harus benar-benar segar
  2. Harga harus kompetitif – tidak lebih mahal daripada pasar tradisional.

Supermarket sebaliknya, mengharapkan :

  1. Keuntungan yang baik
  2. Mengurangi stok tak terjual atau rusak.
  3. Tidak ada peluang yang terbuang karena ketidaktersediaan barang.
  4. Fast moving.

Solusinya:

a. Harga harus kompetitif

  • Perbaiki sumber – di Singapura, NTUC supermarket mengusahakan selalu membeli langsung dari petani karena mengurangi biaya dan bisa mendapatkan produk fresh.
  • Pastikan harga fresh product tidak terlalu tinggi daripara harga di pasar tradisional.

b. Fresh product harus benar-benar segar – karena itu perlu dikemas yang baik. Gunakan mesin kemasan produk atau mesin wrapping – misalnya mesin AW-5600FX dari DIGI yang sudah terintegrasi fungsi weighing-wrapping-labeling.

  • Gantilah kebiasaan pelanggan – kemas semua produk fresh sejenis sebelum dipajang di etalase supaya bertahan lebih lama. Jika Anda mengijinkan pelanggan untuk memilih-milih maka itu hanya menyebabkan lebih banyak “produk rusak tak terjual.”
  • Kemas dengan kuantitas seperlunya. Jika terlalu banyak kuantitas, umumnya akan menghasilkan lebih banyak produk rusak.
  • Dengan mengemas produk fresh sebenarnya bisa menghemat tempat/ruang etalase.

c. Segera terapkan diskon untuk fresh product.

  • Segera terapkan diskon untuk fresh product yang sudah tidak segar lagi dan kosongkan stok.
  • Pahami perhitungan Anda :

  • Jika strawberi seharga Rp20.000 per pak dan Anda menjual seharga Rp40.000 per pak, maka Anda menghasilkan Rp20.000 – yang merupakan 50% gros margin. Jika strawbery hanya bertahan 5 hari walaupun sudah disimpan di lemari pendingin, maka kapan Anda harus mulai memberlakukan diskon untuk strawberi itu?
  • Jika Anda mendiskon setelah 3 hari, Anda memiliki 2 hari untuk menghabiskan stok – Anda tidak akan rugi jika menjual dengan diskon 50%. Ya, Anda tentu masih memiliki biaya operasional dan lain-lain, tetapi seimbang dengan customer experience dan kepuasannya bahwa mereka mendapatkan tawaran diskon dan kemungkinan besar pelanggan akan datang kembali berbelanja.
  • Jika Anda mendiskon setelah 5 hari, mungkin strawberinya sudah busuk dan tetap Anda jual – artinya, pelanggan pasti kurang happy dan mungkin tak akan kembali lagi berbelanja.
  • Jika Anda tidak mendiskon dan menjual strawberi sisa ke pembuat selai, mungkin Anda mendapatkan Rp5.000 per pak. Mungkin juga dibeli dengan kiloan sehingga Anda kehilangan Rp15.000.

Mana yang menjadi pilihan Anda?

3. Informasikan kepada pelanggan semua promosi yang ada.

  • Anda akan membutuhkan display digital untuk menginformasikan promosi kepada pelanggan setiap hari.
  • Promo ini harus diperbarui dengan cepat dan akurat.
  • Anda mungkin memerlukan alat ESL (Electronic Shelf Labels) untuk menginformasikan harga karena bisa diperbarui dengan cepat dan akurat dan tersinkronisasi dengan harga di mesin Point-Of-Sales untuk menghindari masalah pada kasir penjualan.
ESL dari DIGI

ESL dari DIGI

Anda harus mempertimbangkan semua cara untuk berinovasi sebelum akhirnya Anda tergantikan. Contoh, Alibaba memulai toko hybrid (toko fisik dan online) di tahun 2015. Tetapi saat ini, Alibaba memiliki 36 toko di China. *** (VL)

 

Info , , ,