Toko-toko fisik saat ini dihadapkan pada situasi yang menantang dengan munculnya toko-toko E-commerce. Sears di Amerika yang sudah berdiri selama 125 tahun kelihatannya akan mulai mengalami kebangkrutan, yaitu dengan menutup 142 toko dan sekitar 68.000 orang akan kehilangan pekerjaanya. Di Indonesia, kita dapat melihat bahwa beberapa supermarket sedang berkembang namun ada pula yang tidak. Sebagai orang asing pendatang di Indonesia, saya bisa membandingkan perbedaan dalam operasi antara berbagai negara.
Toko-toko E-commerce dapat dengan cepat menduplikasi penawaran jenis barang non-segar dan bersaing dengan supermarket biasa yang menawarkan harga lebih rendah karena toko e-commerce tidak perlu mengeluarkan biaya sewa toko. Toko-toko E-commerce memiliki tenaga kerja yang terbatas dan kadang-kadang bahkan mengalihdayakan pergudangannya sehingga lebih efisien. Mereka juga memiliki lebih sedikit produk slow-moving, produk rusak, dll dibandingkan dengan toko konvensional / toko fisik. Toko E-commerce buka selama 24/7 (24 jam/7 hari), sehingga memberikan pengalaman pelanggan yang relatif baik (tidak perlu antri untuk membayar) dan barang dikirim sampai ke depan pintu rumah Anda – menghemat waktu pelanggan dan biaya transportasi.
Sangat mahal bagi supermarket untuk mempromosikan produk mereka dibandingkan dengan toko E-commerce karena jika mereka menjalankan promosi, mereka perlu menyiarkan ini melalui media seperti surat kabar dan iklan TV. Sedangkan toko E-commerce dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk-produkl mereka dengan biaya jauh lebih murah.
Sangat mahal untuk membayar gaji staf yang meningkat setiap tahun, membayar listrik, air, dll. untuk toko-toko besar. Karena kelebihan biaya inilah maka margin supermarket umumnya harus lebih tinggi. Saya belum melihat toko fisik konvensional bisa bersaing dengan sukses di internet. Setiap supermarket memiliki beberapa sarana untuk menjual produk mereka secara online, baik lokal maupun di negara lain, tetapi tidak ada yang berhasil. Kenapa? Saya benar-benar tidak tahu.
Jadi apa yang harus dilakukan supermarket di Indonesia untuk survive?
Ada beberapa saran.
Tingkatkan pengalaman pelanggan
Pelanggan sering mengalami kejadian kurang menyenangkan di supermarket lokal. Di situ sepertinya juga tidak ada tempat atau kesempatan bagi untuk mengajukan komplain. Salah satu masalah adalah panjangnya antrian-bayar. Sejauh ini belum ada supermarket yang sungguh-sungguh melakukan usaha untuk mempersingkat antrian-bayar. Alasan mengapa terjadi panjang antrian kadang kala cukup aneh. Contohnya, seorang pembeli yang mengantri di depan menggunakan OVO untuk membayar entah mengapa – ada masalah pada aplikasi OVO di handphonenya. Ketika dihitung, kejadian ini memakan waktu 5 menit di depan kasir dan OVO tetap tidak bisa digunakan. Akhirnya si pembeli keluar toko dan semua yang sedang mengantri di belakangnya menjadi frustrasi.
Aspek terpenting di dalam supermarket adalah seberapa cepat pelanggan bisa membeli dan keluar dari supermarket.
Solusi atas masalah ini :
- Melakukan pembedaan atau pemisahan antara pembeli yang membeli dalam kuantitas banyak dan sedikit – antrian dipisah.
- Pastikan semua terminal kartu kredit dan mesin kasir berfungsi dengan baik supaya si kasir tidak perlu pindah ke terminal lainnya.
- Pastikan harga-harga sudah benar mulai dari rak produk ke mesin point-of-sales melalui pemeriksaan berkala atau dengan menggunakan alat ESL (Electronic Shelf Labels).
- Pembayaran secara cashless perlu berfungsi dengan benar. Selalu gunakan supplier dan sistem yang sudah teruji dengan baik. Jika supplier cashless payment tidak baik, putuskan saja kontrak kerjanya. Bisnis anda menjadi taruhannya.
- Coba gunakan terminal self-checkout dan cashless. Mesin ini bisa memangkas antrian manual.
- Kerjasama dengan bank yang bisa menyediakan layanan “tap and pay.” “Jika bank tidak mau mengubahnya maka ganti saja bank nya” – ini adalah kata-kata bijak dari Jack Ma pendiri Alibaba sewaktu bank-bank menola konsep Alipay miliknya.
Memperbaiki sumber dan fresh area
Kunci supaya supermarket bisa survive saat ini adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan fresh area. Ini karena di E-commerce umumnya tidak bisa menyaingi jenis produk fresh. Sudah menjadi kebiasaan bahwa pelanggan selalu mau melihat fresh produk yang akan dibeli. Sejauh ini hanya JD.ID yang menjual produk fresh di E-commerce Indonesia. Mungkin ada beberapa toko online yang juga menjual fresh produk tetapi mungkin belum memiliki reputasi atau branding. Di sebagian besar negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia, penjualan bervariasi mulai dari 10% sampai 40% dari total revenue. Saya prediksi di Indonesia, persentase ini bahkan relatif kecil. Tetapi segmen produk fresh ini seharusnya menjadi crowd puller (penarik minat pembeli) daripada menjadi produk yang perlu dihindari di supermarket. Dan ini karena E-commerce saat ini tidak bisa bersaing di kategori tersebut. Alternatif bagi orang Indonesia dalam mencari produk fresh adalah di pasar tradisional.
Pelanggan mengharapkan :
- Produk fresh harus benar-benar segar
- Harga harus kompetitif – tidak lebih mahal daripada pasar tradisional.
Supermarket sebaliknya, mengharapkan :
- Good profit / Keuntungan yang baik
- Less wastage / Mengurangi stok tak terjual atau rusak.
- No loss of opportunity due to inavailability / Tidak ada peluang yang terbuang karena ketidaktersediaan barang.
- Fast moving
Solusi atas masalah ini:
- Harga harus kompetitif
- Fresh produk harus benar-benar segar – karena itu perlu dikemas.
- Berlakukan diskon untuk fresh product dengan cepat.
- Beritahukan kepada pelanggan Anda tentang promosi-promosi Anda.
Anda harus mempertimbangkan semua cara untuk berinovasi sebelum akhirnya Anda tergantikan.